Melihat judul diatas, pasti pembaca ingin bertanya "bagaimana mungkin hutan bisa berhubungan dengan kesehatan mental?" Sebelum saya menjawab, sepertinya saya perlu untuk menceritakan sesuatu pada semua. Mengenai hutan, pohon, alam, hal yang paling saya senangi tetapi sangat sulit untuk kesana dalam keadaan pandemi.
Seperti yang kita tahu, Indonesia adalah wilayah yang banyak memiliki area hutan. Baik hutan lindung maupun hutan produksi. Sumatra sendiri memiliki banyak sekali wilayah hutan. Hutan-hutan ini memiliki variasi flora dan fauna tersendiri seperti Rafflesia Arnoldi, Harimau Sumatra, serta berbagai variasi lainnya. Sayang sekali, dalam beberapa tahun lalu kebakaran hutan gambut terjadi. Banyak yang membuka lahan baru dengan membakar sehingga menyebabkan kualitas udara semakin buruk.
Tahun lalu merupakan tahun terparah kebakaran hutan. Bahkan masker yang biasa digunakan bertahun-tahun pun tidak lagi mampu menahan asap. Bahkan, ada satu kegiatan yang tidak jadi saya ikuti karena daerah tersebut terdampak parah asap dan acaranya dipindahkan ke tempat yang secara budget tidak cukup bagi saya. Jauh di pulau seberang, pada tanggal 7 Agustus 2019 Presiden Republik Indonesia menandatangani Inpres Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Penghentian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut. Hari tersebut, pada tahun ini dijadikan sebagai "Hari Hutan Indonesia".
"Nah, hubungannya dengan kesehatan mental apa ya?"
Hutan dan Kesehatan Mental
Manusia memang memiliki sifat alami dekat dengan alam. Apapun preferensi kita tentang hidup, pasti setidaknya sering merasa tenang dan damai jika dekat dengan alam (mungkin saja saya salah, karena ini fakta di lingkungan saya). Hal-hal seperti berjalan-jalan ke hutan, melihat pemandangan dari bukit, bahkan mendaki gunung dan menjelajah pantai sering menjadi pilihan kita untuk menenangkan diri dari hiruk pikuk kota.
Faktanya kegiatan ke hutan banyak memberikan manfaat. Banyak penelitian yang menyatakan hal berikut, seperti beberapa penelitian yang dibahas dalam review berikut. Banyak penelitian dalam review menyatakan bahwa berada di alam, atau lingkungan hijau sekecil apapun itu (seperti pohon di jalan kota) dapat meningkatkan emosi positif dan mengurangi emosi negatif. Anak-anak di sekolah alam pun memperhatikan sesuatu lebih baik daripada anak-anak di sekolah biasa. Mereka juga lebih bisa berkonsentrasi.
Penelitian lainnya menyatakan bahwa hutan memiliki efek therapeutic (istilah untuk efek menenangkan dan menyembuhkan dalam praktik psikologi) pada manusia. Hutan sering menawarkan pengalaman yang sering diabaikan manusia pada saat ini seperti alur hidup yang lambat, ketentraman, dan jarangnya hiruk pikuk manusia. Penelitian yang dilakukan di Jepang memberikan hasil bahwa hutan memberikan efek positif baik pada proses fisiologis tubuh maupun secara psikologis. Pengalaman berjalan di hutan juga bisa mengurangi tingkat kecemasan. Tentu tidak mengejutkan jika orang-orang yang dekat dengan alam memiliki harapan hidup yang lebih panjang, yang menginspirasi dua insan Jepang menulis buku "Ikigai".
Tentu, kebakaran hutan juga memiliki efek bagi psikologis manusia. Bahkan, APA sendiri juga menyatakan bahwa ada efek trauma yang terjadi ketika dan setelah terjadinya kebakaran hutan. Apalagi jika berada dekat dengan lokasi kebakaran hutan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Galicia memberikan hasil bahwa bukan hanya permasalan fisik seperti ISPA, permasalahan psikologis juga terjadi setelah kebakaran hutan di daerah tersebut terjadi.
Mari Menjaga Hutan
Setelah kita mengetahui hubungan hutan dan kesehatan mental, tentu ada sebagian yang akan menyangkal. Membuat hutan buatan atau ruang terbuka hijau tidak masalah kan? Untuk apa memedulikan hutan? Haha, memang benar. Akan tetapi, ketika kita berjalan ke dalam hutan, minimal hutan raya akan ada hal-hal yang tidak kita sadari yang membuat kita ingin menjaganya. Pengalaman saya, melihat banyak spesies pohon dan rerumputan membuat saya nyaman dan tentram. Ketika hutan habis, tentu hal ini tidak akan dapat saya nikmati lagi.
Bukan hanya itu, keindahan hutan Indonesia terletak pada banyaknya flora dan fauna langka. Rafflesia Arnoldi misalnya. Atau bunga liar yang sering dijadikan bunga kering. Banyak hal di hutan Indonesia yang tidak dapat saya nikmati hanya dengan menonton tayangan tentang alam. Untuk itulah, kita perlu menjaga hutan.
Adopsi Hutan Sebagai Salah Satu Alternatif Menjaga Hutan
Ada banyak cara menjaga hutan, saya yakin pembaca sudah sering membacanya baik di internet maupun di situs seperti hutan raya. Nah, ada satu cara menjaga hutan yang sedang digalakkan baru-baru ini, yaitu adopsi hutan. Awalnya saya bingung, karena ketika mencari di Google-nim, yang keluar adalah adopsi pohon. Rupanya, adopsi pohon hanyalah salah satu jenis dari adopsi hutan.
Setelah mencari lebih jauh, ternyata di luar negeri ada praktik serupa. The Nature Conservancy, salah satu organisasi nonprofit di Amerika menggalakkan kampanye serupa yaitu "Adopt an Acre", dimana kita bisa menyumbang untuk 'mengadopsi' beberapa daerah krusial seperti hutan. Tentu uang ini akan digunakan untuk konservasi terhadap variasi flora fauna yang hidup di dalamnya.
Indonesia memiliki beberapa organisasi yang berperan dalam adopsi pohon, salah satunya adalah KKI WARSI dengan program Pohon Asuhnya. Kita bisa menyumbang untuk sebuah bibit pohon. Setelah tumbuh besar, kita tetap boleh menyumbang untuk tetap 'mengasuh' pohon tersebut.
Aksi adopsi pohon merupakan salah satu rangkaian kegiatan Hari Hutan Indonesia 7 Agustus lalu. Menurut mereka, adopsi hutan merupakan "gerakan gotong royong menjaga hutan yang masih ada, mulai dari pohon tegaknya, hewannya, flora eksotisnya, serta keanekaragaman hayati lain di dalamnya." Tentunya, aksi ini bisa melakukannya dari rumah (mencegah penularan virus di luar sana tentunya, hehe).
Kita dapat langsung menyumbang melalui halaman utama Hari Hutan Indonesia pada bagian "Adopsi Hutan". Lebih baiknya lagi, jika kamu mahasiswa atau siswa atau seseorang yang tidak punya uang lebih kamu masih bisa menyumbang. Karena sumbangan tidak dibatasi minimal dan maksimalnya. Bisa mulai dari seribu rupiah, jadi ayo menyumbang sebelum bulan Oktober!
Sepertinya sekian dulu dari saya, sampai jumpa di postingan selanjutnya!
With love,
Benar menikmati pemandangan alam juga bagian dari relaksasi ya
ReplyDeleteBaru tau, ternyata juga hutan juga bisa diadopsi. Pake surat-surat juga kali ya ...
ReplyDeleteBicara hutan aku jadi ingat debut nya Yooa (judul inggrisnya Bon Voyage, judul korea nya Anak Hutan)
ReplyDeleteBagus banget Puj sumpahh
Dreamy banget fairy-fairy gitudee
back to nature emang kegiatan paling fav. bisa bikin fresh jiwa raga hehe. btw nice blog :)
ReplyDeletethankyouu~ sedikit membuka pikiranku yang akhir-akhir ini lagi lumayan concern ke mental health
ReplyDeletenhaa ini inspiratip bangedd artikelnya,, semoga bermanfaat buat semua pembaca yak
ReplyDelete